Asal Usul Cerita Sejarah Baturraden
Monday, January 20, 2020
4 Comments
Related
Baturraden merupakan salah satu nama dari Kecamatan di Kabupaten
Banyumas, Provinsi Jawa Tengah yang memang sudah tidak asing lagi terdengar
oleh wisatawan masyarakat Indonesia maupun Mancanegara.
Baturraden juga merupakan salah satu ikon Kabupaten Banyumas dan
juga sebagai obyek pariwisata utama atau andalan di Kabupaten Banyumas yang
dikelola langsung oleh Pemerintah Daerah kab. Banyumas.
Berada di lereng kaki Gunung Slamet dengan suhu udara rata-rata
antara 18°C sampai 25°C setiap harinya membuat ikon wisata Kab. Banyumas ini
dikenal sebagai obyek wisata pegunungan sejak tahun 1928.
Nama Baturraden merupakan susunan nama yang berasal dari kata (bahasa
jawa) yaitu Batur dan Raden, secara bahasa “Batur” memiliki arti pembantu,
teman, atau bukit. Sedangkan “Raden” secara bahasa yaitu seorang bangsawan
(tanah jawa).
Nah, berbicara tentang sejarah asal muasal bagaimana bisa
dinamakan dengan nama Baturraden, sebenarnya ada 2 (dua) maca versi cerita,
yaitu dari Kadipaten Kutaliman dan versi Syekh Maulana Maghribi. Berikut adalah
ulasannya.
Kadipaten
Kutaliman
Versi yang pertama merupakan sebuah cerita dari Kadipaten Kutaliman. Pada zaman kerajaan tanah jawa dahulu konon ada sebuah Kadipaten “Kutaliman” yang letaknya kurang lebih 10 km disebelah Barat Baturraden.
Pada
saat itu sang Raja dari Kadipaten Kutaliman mempunyai anak tunggal perempuan
yang sangat cantik, akan tetapi sang putri malah jatuh cinta terhadap seorang pemuda
yang bekerja sebagai pembantu (perawat kuda).
Keduanya
pun menjalin hubungan secara sembunyi-sembuyi tanpa ada seorangpun yang mengetahuinya.
Selang beberapa waktu berita tersebut diketahui oleh sang raja dan bahkan
hingga rakyat-rakyatnya.
Mengetahui
bahwasanya putrinya jatuh cinta kepada pembantunnya, lantas membuat sang raja
menjadi sangat marah dan murka. Kedua pasangan tersebut lalu memutuskan untuk melarikan
diri dari Kadipaten Kutaliman kemudian menikah tanpa sepengetahuan
dan restu dari sang raja.
Selang
beberapa tahun, akhirnya kedua pasangan tersebut melahirkan seorang anak, namun
setelah sang putri raja belum lama melahirkan, sang raja kemudian mencoba untuk
membawa pulang putrinya dengan membawa pasukannya.
Akan
tetapi sang putri menolaknya begitu pula dengan suaminya (pemuda perawat kuda),
karena sang raja terus memaksa, hal itu kemudian memicu pertempuran antara pemuda
tersebut dengan sang raja dan pasukan kerajaan.
Tapi
naas, sang pemuda tersebut malah tertusuk keris sang raja hingga akhirnya
meninggal dunia. Tidak sanggup melihat suaminya terbunuh, sang putri langsung mengambil
keris dan menancapkannya ke tubuhnya.
Melihat
hal itu, raja menjadi sangat marah dan membunuh keturunan mereka kemudian
dimakamkan di lereng Gunung Slamet. begitulah asal usul namaa “Baturraden”.
Batur yang berarti pembantu, dan raden berarti bangsawan dari kerajaan.
Syekh
Maulana Maghribi
Alkisah
pada zaman dahulu di Negara Rum, bertahta seorang Pangeran Muslim bernama Syekh
Maulana Maghribi berasal dari Turki dan beliau juga merupakan seorang ulama.
Pada suatu
waktu fajar setelah beliau selesai melaksanakan shalat terlihatlah oleh mata
beliau sebercak cahaya terang misterius yang bersinar disebelah timur menjulang
tinggi di langit.
Hal
tersebut membuat Syekh Maulana Maghribi menjadi sangat penasaran dan ingin
mengetahui dari mana cahaya terang misterius itu datang dan muncullah niat dan
itikad yang sangat kuat di dalam hatinya untuk mencari tempat munculnya cahaya tersebut.
Singkat
cerita Syekh Maulana Maghribi berlayar berangkat menuju ke arah cahaya tersebut
bersama sahabatnya yaitu Haji Datuk dan juga membawa pengikutnya yang berjumlah
298 (dengan dua ratus sembilan puluh delapan).
Kemudian
pada suatu ketika sampailah mereka di sebuah pulau ujung timur yang bernama
Pulau Jawa. Adapun tempat dimana mereka membuang sauh dewasa tersebut sekarang
ini dikenal dengan sebutan Pantai Gresik.
Meskipun mereka telah menempuh perjalanan tersebut dengan berbagai kesulitan dan penderitaan, serta banyak menghadapi bermacam-macam marabahaya, akan tetapi mereka tetap belum mencapai apa yang menjadi cita-cita atau tujuannya. Karena cahaya terang misterius tersebut masih tampak disebelah barat.
Pada
suatu waktu terlihat kembali cahaya terang yang sedang dicarinya itu disebelah
barat dan mereka mengambil keputusan kembali karah barat dengan menempuh jalan
di laut Jawa di pantai Pemalang Jawa Tangah.
Ditempat
inilah Syekh Maulana Maghribi meminta kepada para armadanya untuk pulang ke
negerinya, sedangkan Syekh Maulana Maghribi ditemani oleh Haji Datuk dan untuk
sementara bermukim ditempat itu.
Dengan ketetapan hati yang tetap teguh kemudian dilanjutkanlah perjalanannya dengan jalan kaki menuju kearah Selatan sambil berdakwah dan menyebarkan agama Islam kepada masyarakat tanah jawa.
Mulai
dari Pemalang mereka menuju ke selatan kemudian menyusuri hutan belantara tanpa
mengenal rasa takut akan bahaya yang dihadapinya, beliau tetap mengikuti arah sinar
cahaya misterius yang sekarang terlihat kembali di Timur Laut.
Pada
akhirnya beliau berhenti untuk istirahat sejenak untuk memulihkan tenaga, dan
sambil merenungi tentang perjalanan yang telah dilaluinya selama perjalanan.
Tempat
dimana mereka saat beristirahat dengan diliputi pikiran-pikiran
(gagasan-gagasan) dan perasaan-perasaan yang memenuhi hati sanubarinya diberi
nama ‘Paduraksa’ yang artinya bertengkar didalam kalbu atau rasa.
Dari tempat itu mereka meneruskan perjalanannya ke selatan lagi dan sampailah mereka di hutan belukar dan untuk melepaskan lelahnya mereka singgah diatas tonggak randu yang tumbang dan tempat tersebut mereka beri nama ‘Randudongkal’.
Dari
tempat peristirahatannya itu, cahaya terang masih kelihatan ada di timur laut,
dan mereka meneruskan perjalanannya menuju arah cahaya tadi.
Sebelum
mereka sampai ketempat yang menjadi tujuannya mereka berhenti untuk
beristirahat di dekat Sendang (kolam) untuk melakukan ibadah Sholat, dan
sesudahnya tempat tersebut diberi nama “Belik”.
Setelah
melaksanakan Sholat, maka perjalanan kembali diteruskan kearah timur dan
sampailah disuatu tempat, dimana terdapat banyak batu-batuan
Di
tempat tersebut mereka beristirahat lagi sambil memikirkan bagaimana cara
mereka dapat menjangkau tempat kedudukan cahaya yang dicarinya, karena cahaya
terang tersebut terlihat ada dipuncak Gunung.
Tempat
dimana mereka beristirahat dan terdapat banyak batu-batuan itu diberi nama
“Watu Kumpul”. Karena tekadnya yang kuat, pendakian itu dilakukan
hingga akhirnya sampailah mereka di tempat yang dituju.
Terlihat
oleh mereka seorang pertapa yang menyandarkan dirinya pada sebatang pohon jambu
yang mengeluarkan sinar yang bercahaya menjulang tinggi ke angkasa
Perlahan-lahan
Syekh Maulana Maghribi dan Haji Datuk menuju mendekati tempat tersebut sambil
mengucapkan salam “Assalamu’alaikum”, akan tetapi tidak dijawabnya oleh si
petapa meskipun berulangkali diucapkan.
Setelah
ternyata salamnya tidak mendapat jawaban, maka Haji Datuk berkata pada Syekh
Maulana Maghribi “Kiranya pertapa itu adalah seorang Budha”.
Mendengar
perkataan tersebut, si petapa itu lalu menjawab “Sesungguhnya saya ini adalah
orang Budha yang Sakti”.
Mendengar
kata-kata sakti maka Syekh Maulana Maghribi meminta kepada pemeluk agama Budha
tadi, bahwa beliau ingin melihat atau menyaksikan kesaktiannya,maka diambillah
tutup kepalanya yang berupa kopiah itu dapat terbang di angkasa.
Syekh
Maulana Maghribi kemudian mencoba melepaskan bajunya dan melemparkan keatas,
ternyata baju tersebut dapat terbang di udara dan selalu menutupi kopiah si
pertapa yang menandakan bahwa kesaktiannya lebih unggul dari kesaktian orang
Budha tersebut.
Akan
tetapi beliau belum mau menyerah dan masih akan mempertontonkan lagi
kepandaiannya yang berujud menyusun telur setinggi langit.
Melihat
keadaan tersebut diatas Syekh Maulana Maghribi merasa heran, namun demikian ia
tidak mau dikalahkan begitu saja, maka dengan tenangnya diperintahkan kepada si
pertapa agar ia mau mengambil telur itu satu persatu dari bawah tanpa ada yang
jatuh.
Ternyata
pertapa itu tidak sanggup melakukannya. Karena si pertapa sudah benar-benar
tidak melakukannya hal tersebut, maka Syekh Maulana Maghribi mengambil tumpukan
telur tadi dimulai dari bawah sampai selesai dengan tidak ada satupun yang
jatuh.
Syekh Maulana Maghribi masih merasa belum puas dan masih meneruskan perjuangannya sekali lagi dengan memperlihatkan pemupukan periuk-periuk berisi air sampai menjulng tinggi.
Kemudian
Syekh Maulana Maghribi berkata “Ambillah periuk-periuk itu satu demi satu dari
bawah tanpa ada yang berjatuhan’.
Setelah
ternyata tidak ada kesanggupan daari si pertapa, maka beliau sendirilah yang
melakukannya dan periuk yang terakhir itu pecah dan airnya memancar kesegala
penjuru.
Akhirnya si pertapa yang mengaku bernama “Jambu Karang” (nama tersebut berasal dari pohon sandarannya, yaitu sebatang pohon jambu dimana disekelilingnya terdapat batu-batuan) menyerah kalah serta berjanji akan memeluk agama Islam.
Janji
tersebut diterima oleh Syekh Maulana Maghribi dan Jambu Karang diperintahkan untuk
memotong rambut dan kukunya dan selnjutnya dikubur di ‘Penungkulan’ (tempat dimana
si pertapa menyerah kalah).
Kemudian
dilakukan upacara penyucian dengan air zam-zam yng dibawa oleh Haji Datuk dari
Tanah Suci atas perintah Syekh Maulana Maghribi dengan mempergunakan tempat
dari bambu (bumbung).
Setelah
upacara penyucian selesai, bumbung berisikan sisa air disandarkan pada pohon
waru, tetap karena kurang cermat menyandarkannya maka robohlah bumbung tadi dan
pecah sehingga air sisa tersebut berhamburan dan di tempat tersebut konon
kabarnya menjadi mata air yang tidak mengenal kering dimusim kemarau.
Setelah
pertapa disucikan menjadi pemeluk agama Islam, maka namanya diubah menjadi
‘Syekh Jambu Karang”. Kemudian Syekh Jambu Karang akan mendapatkan wejangan
(bai’at), beliau menunjukkan suatu tempat yang serasi dan cocok untuk upacara
bai’at tersebut yaitu diatas bukit ‘Kraton’.
Sesaat
setelah Syekh Jambu Karang menerima wejangan, turun hujan lebat disertai dengan
angin ribut yang mengakibatkan pohon-pohon disekeliling tempat itu menundukkan
dahan-dahannya seperti sedang menghormati Gunung Kraton yaitu tempat dimana
Syekh Maulana Maghribi sedang memberikan wejangan (membai’at) Syekh Jambu
Karang menjadi seorang Muslim.
Menurut
hikayatnya, Syekh Jambu Karang mempunyai seorang putri bernama "Rubiah
Bhakti” yang dipersunting oleh Syekh Maulana Maghribi, setelah Syekh Jambu
Karang menjadi seorang Muslim dengan mas kawin berupa mas merah setanah Jawa.
Setelah memperistrikan putri Syekh Jambu Karang, Syekh Maulana Maghribi berganti
nama menjadi “Atas Angin”.
Dari
perkawinannya tersebut menurunkan lima orang putera dan puteri, yaitu Makdum
Kusen (Makam di Rajawana), Makdum Medem (Makam di Cirebon), Makdum Umar (Makam
di arimun Jawa), Makdum (yang menghilang atau murca), dan Makdum Sekar (Makam
di Gunung Jembangan).
Adapun
Syekh Jambu Karang tetap bermukim di Gunung Kraton, dan setelah wafat
dimakamkan ditempat itu pula dan tempat pemakamannya disebut ‘Gunung Munggul’
(puncak yang tertinggi didaerah itu).
Syekh Maulana Maghribi yang terkenal dengan “Mbah Atas Angin” selama empat puluh lima tahun bermukim disuatu tempat atau pedukuhan yang bernama “Banjar Cahayana” (mungkin tempat tersebut didiami setelah menemukan cahayanya).
Syekh Maulana Maghribi yang terkenal dengan “Mbah Atas Angin” selama empat puluh lima tahun bermukim disuatu tempat atau pedukuhan yang bernama “Banjar Cahayana” (mungkin tempat tersebut didiami setelah menemukan cahayanya).
Di
tempat tersebut Mbah Atas Angin menderita penyakit gatal-gatal yang susah
disembuhkan. Hal ini menimbulkan keprihatinan disertai dengan permohonan kepada
Tuhan Yang Maha Esa supaya diberi rahmat serta berkah terhindar dari
penyakitnya itu.
Sesudah sholat Tahajud.dia mendapat Ilham bahwa dia harus pergi ke Gunung “Gora” dimana ia akan mendapatkan obat mujarab untuk menyembuhkan penyakitnya itu. Kemudian pagi-pagi waktu Shubuh Mbah Atas Angin bersama Haji Datuk pergi kearah barat dan pada siang hari sampailah mereka dilereng Gunung Gora.
Sesudah
sampai di lereng Gunung Gora beliau meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya
dan beristirahat sambil menunggu di tempat yang datar, sebab Mbah Atas Angin
akan meneruskan perjalanannya kearah suatu tempat yang mengepulkan asap.
Ternyata
disitu ada sumber air panas dan Syekh Maulana Maghribi menyebutnya “Pancuran
Pitu” yang artinya sebuah sumber air panas yang mempunyai tujuh mata air.
Setiap
hari Syekh Maulana Maghribi mandi secara teratur di tempat itu, dengan begitu
dia sembuh dari penyakit gatalnya. Sesudahnya beliau memanjatkan do’a syukur
kehadirat Illahi serta mengucap syukur bahwasanya ia telah dikaruniai sembuh
dari sakitnya yang telah sangat lama dideritanya.
Setelah
beliau kembali ketempat dimana Haji Datuk menunggu,dan berkata “Saksikanlah,
saya sekarang telah sembuh dari sakitku dan telah terhindar dari penderitaan”.
Selanjutnya beliau mengganti nama Gunung Gora itu menjadi “Gunung Slamet”. Slamet dalam bahasa Jawa berarti aman. Selama Syekh Maulana Maghribi berobat di Pancuran Pitu, Haji Datuk tetap dan taat menunggu ditempat yang ditunjuk semula dan kepadanya diberi julukan ‘Haji Datuk Rusuladi’.
Rusuladi
artinya “Batur Yang Baik” (Adi). Dan konon kabarnya tempat tersebut oleh
penduduk sekitarnya hingga kini disebut dengan “BATURRADEN”.
Biyungku deng ranana mad nang foto kue 😅
ReplyDeletebiungumu kon foto disit
ReplyDeleteVENUE OF TINN STYLE | Titanium Art
ReplyDelete› www-titanium-arts- micro touch trimmer › titanium industries www-titanium-arts- titanium band rings VENUE OF TINN STYLE, an trekz titanium pairing exquisite piece of rocket league titanium white art.
aa897 conversedenmark,scarpe adidas uomo,all star umpire mask,on running jacket,adidas schuhe kinder,air jordan slovensko,xn--michaelkorstrkiye-e3b,quay glasses blue light,adidas trenirke ak764
ReplyDelete